Pemberdayaan Kontraktor Lokal Harus Berkeadilan, Bukan Jalan Pintas

Kontraktor

KONUT.RagamTerkini.com,– Konawe Utara saat ini menghadapi dinamika baru. Di tengah perjuangan rakyat untuk menegakkan keadilan pertambangan, muncul kelompok tertentu yang mengatasnamakan kontraktor lokal dan berusaha mencari jalan pintas untuk langsung diberdayakan oleh perusahaan tambang tanpa melalui mekanisme perjuangan kolektif.

Koordinator Koalisi Rakyat Konawe Utara Untuk Keadilan Tambang, Hendrik, menegaskan bahwa klaim sepihak tersebut harus diluruskan agar publik tidak terjebak dalam narasi manipulatif.

Landasan UU Minerba Tidak Bisa Dipakai Memaksa

“Undang-Undang Minerba memang mengamanatkan kewajiban penggunaan jasa lokal. Tapi pelaksanaannya tetap ada di tangan pemegang IUP/IUPK, bukan kelompok tertentu. Jadi tidak ada pihak manapun yang bisa memaksa perusahaan untuk langsung mengakomodir mereka,” jelas Hendrik.

Aturan Teknis Harus Ikut PP dan Permen

Hendrik menegaskan, setiap aktivitas jasa pertambangan harus tunduk pada PP No. 25 Tahun 2024 dan Permen ESDM No. 15 Tahun 2024. “Kalau ada pihak yang ingin masuk tanpa RKAB atau mekanisme resmi dari pemilik IUP, itu bisa dikategorikan ilegal,” katanya.

BACA JUGA:  ASR-Hugua Gelar Dialog, Influencer Asal Muna Minta Milenial dan Gen Z Tak Terprovokasi Kampanye Hitam

Pasal 33 UUD 1945 Tidak Bisa Dimonopoli

Menurut Hendrik, Pasal 33 UUD 1945 berbicara tentang rakyat secara keseluruhan, bukan segelintir kelompok bisnis. “Rakyat itu petani, nelayan, UMKM, masyarakat adat. Itulah yang kami perjuangkan. Tidak bisa satu kelompok bisnis saja lalu mengklaim sebagai wakil rakyat,” tegasnya.

Pemberdayaan Harus Kolektif

Koalisi menegaskan bahwa pemberdayaan yang diatur oleh Permen Investasi/BKPM No. 1 Tahun 2022 adalah kemitraan berkelanjutan dengan perusahaan lokal dan nasional, bukan monopoli satu pihak. “Itulah sebabnya Koalisi sejak awal membangun persatuan, bukan jalan pintas,” ujar Hendrik.

Jangan Hanya Mengejar Jatah

Hendrik menilai kelompok yang menolak persatuan hanya berorientasi pada jatah semata. “Mereka tidak bicara soal sistem, tidak bicara soal UMKM, nelayan, masyarakat adat. Fokusnya hanya bagaimana bisa langsung diberdayakan. Itu bukan perjuangan rakyat, itu ambisi pribadi,” katanya.

BACA JUGA:  48 Personel Polres Konawe Utara Amankan Kunjungan Wamen Transmigrasi Viva Yoga di UPT. Puuhialu

Risiko Hukum Bila Memaksa Masuk

Koalisi mengingatkan, usaha masuk tanpa izin atau tanpa mekanisme RKAB bisa berhadapan dengan Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 yang memuat sanksi pidana bagi usaha pertambangan tanpa izin. “Jangan sampai kejar jatah malah berujung kriminalisasi,” Hendrik memperingatkan.

Legitimasi Ada di Koalisi, Bukan Kelompok Tertentu

“Koalisi adalah wadah petani, nelayan, kontraktor lokal, UMKM, aktivis, tokoh adat, dan media. Kami bicara rakyat. Kalau ada pihak yang hanya berisi segelintir pengusaha, itu bukan representasi rakyat, itu hanya kepentingan bisnis,” tutup Hendrik.

Rakyat Konawe Utara harus waspada terhadap narasi yang mengatasnamakan kepentingan lokal, tetapi sejatinya hanya melayani segelintir ambisi pribadi. Pemberdayaan lokal harus diperjuangkan secara kolektif, sah, dan berkeadilan—bukan dengan jalan pintas.

Haris